Kamis, 15 Februari 2024

3.1.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Salam dan bahagia, perkenalkan nama saya Nur Ida Laela, S.Pd.,M.Pd., saya bekerja di SD Negeri 02 Banjarsari Kec. Bantarbolang Kab. Pemalang Jawa Tengah. Sekarang Saya sedang menempuh Pendidikan guru penggerak sebagai Calon Guru Penggerak Angkatan 9 kelas 177. Dalam artikel ini, saya akan berbagi informasi tentang Pengambilan Keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin. Bapak Ibu Guru di seluruh Indonesia mari kita Bersama merenungkan kalimat bijak ini:

“ Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik ” (Bob Talbert)

Pendidikan adalah suatu proses yang sistematis dan terencana yang sangat berdampak pada perilaku dan karakter murid. Ilmu yang baik dilandasi oleh karakter baik sehingga murid dapat menjalankan kehidupan dengan Bahagia dan keselamatan setinggi-tingginya. Seorang pendidik harus mampu menjadi teladan utama bagi murid-muridnya, dengan keteladanan  perkataan maupun tindakan semua tercermin dalam kesehariannya. Menjadi pendidik berarti kita siap menjadi role model semua nilai kebajikan bagi peserta didik dan seluruh warga sekolah bahkan di lingkungan kita tinggal.

Hal ini sejalan dengan kalimat bijak berikut ini,

“ Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku  etis.” (Georg Wilhelm Friedrich Hegel).

Memahami kalimat bijak tersebut pendidikan merupakan suatu proses menuntun murid dengan penguatan karakter , norma -norma  sehingga akan menjadi generasi yang memiliki nilai moral, kebajikan dan kebenaran untuk menjalankan kehidupannya.

Setelah kita mencoba memahami dua kalimat bijak tersebut, berikut ini adalah rangkuman kesimpulan pembelajaran modul 3.1 koneksi antar materi Pendidikan guru penggerak Pengambilan Keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.

1.    Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) Pratap Triloka memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Semboyan yang pernah dicetuskan oleh KHD dan sampai saat ini masih menjadi landasan berpijak pendidik adalah Ing Ngarso Sung Tulodho (Seorang pemimpin harus mampu memberi tauladan), Ing Madya Mangunkarsa (Seorang pemimpin juga harus mampu memberikan dorongan, semangat dan motivasi dari tengah), Tut Wuri handayani (Seorang pemimpin harus mampu memberi dorongan dari belakang), yang artinya adalah Seorang pemimpin (Guru) harus mampu memberikan teladan dan memberikan semangat dan motivasi dari tengah juga mampu memberikan dorongan dari belakang untuk kemajuan seorang muridnya. 

KHD berpandangan bahwa sebagai seorang guru, itu harus memberikan tauladan atau contoh praktik baik kepada murid. Dalam setiap pengambilan keputusan, seorang guru harus memberikan karsa atau usaha keras sebagai wujud filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun karsa dan pada akhirnya guru membantu murid untuk dapat menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri. Guru hanya sebagai pamong yang mengarahkan murid menuju kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan filosofi Pratap Triloka Tut Wuri Handayani.

KHD memberikan smeboyan yang sangat fenomenal dan memiliki makna mendalam yang menjadi landasan dalam setiap pengambilan keputusan selalu berpihak kepada murid untuk menjadikan generasi cerdas dan berkarakter profil pelajar Pancasila. Implementasi dalam pembelajaran adalah segala konten dan proses pembelajaran hendaknya berpihak pada murid. Guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, namun juga guru mentransfer nilai -nilai kebajikan dapat kita sampaikan secara terus menerus dengan eksplisit pada pembelajaran dan keteladanan disetiap pengambilan keputusan.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Guru sebagai pendidik harus memiliki nilai-nilai positif yang mampu menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar.

Nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri pendidik akan mewarnai setiap pengambilan keputusaan. Sebagai manusia yang beragama,  kita yakin apapun yang kita lakukan, kelak akan dimintai pertanggungjawaban, begitu pula dengan pengambilan keputusan. Nilai kejujuran, integritas sebagi pendidik akan tergambar dalam keteladanan dan kebijakan – kebijakan yang diambil dalam setiap keputusan.

Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada peserta didik. Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi social emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran social dan keterampilan berinteraksi social dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.

3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Dalam materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, saya merasa bahwa pengambilan keputusan yang saya lakukan sudah efektif. Dalam koneksi materi pengambilan keputusan dengan keterampilan coaching, di sini coach harus memiliki keterampilan menggali kemampuan orang lain dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi coachee. Keterampilan coaching tersebuat diantaranya yaitu: mampu memberikan pertanyaan yang berbobot, memiliki pembawaan yang positif, kemampuan mendengarkan dan memotivasi, bisa memandu percakapan, berkomitmen untuk terus belajar. Pendekatan coaching sistem among dapat diterapkan dengan menggunakan metode TIRTA yang merupakan kepanjangan dari T: Tujuan, I: Identifikasi, R: Rencana aksi, dan TA: Tanggung jawab.

Lanjut dengan pertanyaan berikutnya, di sini saya merasa bahwa kegiatan coaching yang diberikan fasilitator membantu saya berlatih mengevaluasi pilihan yang saya buat. Apakah keputusan  yang saya buat itu sudah berpihak pada siswa, apakah sudah sesuai dengan kebajikan universal, apakah keputusan itu dapat dipertanggung jawabkan? Guru sebisa mungkin harus dapat menggali potensi siswanya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga mereka dapat menemukan potensi yang terpendam dalam dirinya untuk memecahkan masalahnya sendiri. Keterampilan coaching membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan untuk memprediksi hasil dan pilihan yang berbeda untuk pengambilan keputusan. Coaching juga mempengaruhi proses belajar siswa, membantu saya dalam membuat keputusan yang tepat yang mempengaruhi lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman dan lingkungan yang nyaman. Sesi coaching dengan Teknik coachingnya sangat membantu saya sebagai seorang guru untuk mengidentifikasi masalah dan menghasilkan keputusan yang tepat ketika menentukan dilema etika ataupun bujukan moral pada murid.

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika, hal ini dikarenakan pendidik dalam hal ini guru harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar siswanya serta mengelola kapasitas sosial dan emosionalnya dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Sesuai dengan koneksi materi antar modul maka proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab membutuhkan keterampilan sosial-emosional seperti kepercayaan diri, kesadaran diri (self awarness), kesadaran sosial, dan keterampilan sosial. Guru harus dapat mengenali berbagai pilihan dan kemungkinan hasil serta meminimalkan kesalahan/resiko dalam proses pengambilan keputusan, terutama masalah dilema etika dimana keduanya sama-sama memiliki nilai kebenaran atau sama-sama mengandung nilai kebajikan.

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pendidik yaitu guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu melihat setiap masalah yang dihadapinya baik di kelas mapun di sekolah. Bisa jadi kasus atau masalah yang dihadapi merupakan sebuah dilema etika atau bujukan moral. Guru jaman now yang notabene merupakan guru di era merdeka belajar harus memiliki nilai pendidik yang inovatif, kolaboratif, mandiri, dan reflektif yang dapat membimbing peserta didik dalam mengambil keputusan dan mengenali potensi dirinya untuk mengatasi isu tantangan global. Guru harus menyajikan pembelajaran dan melakukan pengambilan keputusan untuk kepentingan murid, menjunjung tinggi prinsip/nilai kita sendiri dan melakukan apa yang kita ingin orang lain lakukan terhadap kita. Guru harus berusaha membuat keputusan yang bertanggung jawab dengan melakukan pengambilan dan pengujian pengambilan keputusan pada setiap masalah yang dihadapi. Jika seorang guru menghadapi masalah dilema etika yaitu  nilai benar vs benar, maka guru harus melakukan analisa melalui 4 paradigma pengambilan keputusan dan 3 prinsip pengambilan keputusan serta melakukan tahapan dalam 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Kesembilan Langkah dalam pengujian pengambilan keputusan ini harus dilakukan secara urut dan sistematis agar menghasilkan keputusan yang berpihak pada murid, mengandung nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggung jawabkan.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya akan berdampak positif pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Hal ini dikarenakan melalui pengambilan keputusan yang tepat, maka akan menciptakan iklim lingkungan yang positif berdampak pada penciptaan lingkungan kondusif bahkan aman dan sangat nyaman untuk ditinggali. Guru sebagai pendidik harus mengambil keputusan yang tepat yaitu berpihak pada murid, mengandung nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggung jawabkan. Jika keputusan yang diambil tepat sesuai penjelasan di atas maka lingkungan pasti akan menerima juga. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana sebaiknya agar kita melakukan pengambilan keputusan yang tepat? Iya, hal  yang pertama yg wajib kita lakukan adalah mengenali terlebih dahulu masalah yg terjadi apakah masalah tadi termasuk dilema etika atau bujukan moral. Apabila masalah tadi adalah dilema etika, sebelum membuat sebuah keputusan kita wajib bisa menganalisa pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, sehingga keputusan yg kita ambil bisa membangun lingkungan yg positif, kondusif, kondusif & nyaman buat muridnya. Intinya pengambilan keputusan yg sempurna terkait masalah dalam bujukan atau dilema etika hanya bisa dicapai bila dilakukan melalui 9 langkah pengambilan & pengujian keputusan. Dapat dipastikan bahwa bila pengambilan keputusan dilakukan secara seksama melalui proses analisis perkara yg cermat dan akurat menggunakan 9 langkah tadi, maka keputusan tadi diyakini akan bisa mengakomodasi seluruh kepentingan kepada pihak-pihak yg terlibat, maka hal tadi akan berdampak dalam terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, kondusif dan nyaman.

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan di lingkungan saya untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilemma etika adalah seringkali keputusan diambil sepihak tanpa melibatkan banyak komponen yang terlibat. Keputusan yang diambil juga secara langsung tanpa melalui tahapan yang tepat sehingga berdampak pada resiko yang besar dan lingkungan tidak kondusif. Pemimpin cenferung otoriter dalam mengambil keputusan tanpa mendengarkan pendapat orang lain yang berkepentingan. Dalam modul 3.1 jelas disebutkan bahwa terdapat 4 paradigma, 3 prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), kita juga harus melihat peraturan yang mendasari keputusan yang kita ambil (berpikir berbasis peraturan-rule based thinking), prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking). Jika kita berpedoman pada 4 paradigma dan 3 prinsip tersebut tentu tantangan-tantangan yang ada akan sedikit jumlahnya dibandingkan apabila kita tidak menggunakan 3 prinsip dan 9 langkah dalam pengambilan keputusan. Dapat dipastikan bahwa bila pengambilan keputusan dilakukan secara seksama melalui proses analisis perkara yg cermat dan akurat menggunakan 9 langkah tadi, maka keputusan tadi diyakini akan bisa mengakomodasi seluruh kepentingan kepada pihak-pihak yg terlibat, maka hal tadi akan berdampak dalam terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, kondusif dan nyaman.

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Terdapat pengaruh positif anatara pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita. Hal ini dikarenakan, pengambilan keputusan yang kita ambil sangat berpihak pada murid dan memperhatikan potensi murid yang berbeda-beda. Modul 3.1 ini sangat bermanfaat bagi guru dalam pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Sebagaimana kita tahu bahwa dalam merdeka belajar muaranya adalag memerdekakan murid, agar ia tumbuh dan berkembang mencapai kodratnya sesuai dengan potensi yang ia miliki. Seyogyanya ketika kita menemui dilemma etika, kita harus dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mengambil sebuah keputusan dengan tepat. Dengan semua materi yang telah dipelajari dari modul 3.1 ini maka ketika kita mengambil keputusan harus memperhatikan beberapa hal penting terkait 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan maka keputusan yang kita ambil akan berdampak baik kepada murid karena pada dasarnya tujuan pembelajaran adalah dapat memberikan keselamatan dan kebahagian pada murid, sehingga dengan keselamatan dan kebahagiaan.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru harus melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid. Jika hal ini terjadi maka,  murid sebagai benih akan tumbuh menjadi probadi yang merdeka, kreatif, inovatif dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Murid kita akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya. Guru mengambil keputusan yang diharapkan membawa dampak agar membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan datang. Semua keputusan yang diambil harus berpihak kepada murid melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. Hal ini dikenal dengan model pembelajaran berdiferensiasi.

10. Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul sebelumnya yaitu:

·         Pengambilan keputusan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran yaitu filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) Pratap Triloka memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

·         Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).

·         Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar Pancasila.

·         Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika, hal ini dikarenakan pendidik dalam hal ini guru harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar siswanya serta mengelola kapasitas sosial dan emosionalnya dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

·         Dalam koneksi materi pengambilan keputusan dengan keterampilan coaching, di sini coach harus memiliki keterampilan menggali kemampuan orang lain dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi coachee. Keterampilan coaching tersebuat diantaranya yaitu: mampu memberikan pertanyaan yang berbobot, memiliki pembawaan yang positif, kemampuan mendengarkan dan memotivasi, bisa memandu percakapan, berkomitmen untuk terus belajar. Pendekatan coaching sistem among dapat diterapkan dengan menggunakan metode TIRTA yang merupakan kepanjangan dari T: Tujuan, I: Identifikasi, R: Rencana aksi, dan TA: Tanggung jawab.

·         Kasus yang ditemui oleh pendidik tentunya kebanyakan adalah dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan analisa 4 paradigma, 3 prinsip dan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.

11Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Berikut pemahaman saya tentang modul 3.1:

Dilema etika sendiri merupakan dua keputusan yang sama-sama benar sedangkan bujukan moral adalah dua keputusan dimasa salah satunya adalah keputusan yang salah. Jadi jelas bahwa dilema etika benar lawan benar sedangkan bujukan moral keputusan yang benar lawan salah.

Tentu seringkali guru menemui atau menghadapi situasi dimana harus mengambil keputusan yang di situ terdapat nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama memiliki nilai kebenaran, namun saling bertentangan. Dalam modul ini sangat jelas bahwa sesulit apapun keputusan yang akan diambil, sebagai guru paling tidak selalu berpatokan dengan 3 unsur yang berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil.

Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

1. Individu lawan kelompok (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Seorang guru sebagaim pemimpin pembelajaran juga dapat menganalisis 3 prinsip atau pendekatan dalam pengambilan keputusan yang memuat unsur dilema etika, serta menilai dirinya memiliki kecenderungan menggunakan prinsip yang mana pada saat pengambilan keputusan. Ketiga prinsip tersebut adalah:

Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Suatu pengambilan keputusan, walaupun telah berlandaskan pada suatu prinsip atau nilai-nilai tertentu, tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya. Pada akhirnya kita perlu mengingat kembali hendaknya setiap keputusan yang kita ambil didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru juga harus memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah keputusan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Ada 9 tahapaan pengambilan dan pengujian keputusan yaitu sbb:

1.    Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang salingbertentangan

2.    Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

3.    Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini

4.    Pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulias, uji instuisi, uji publikasi, uji panutan/idola)

5.    Pengujian paradigma benar atau salah

6.    Prinsip pengambilan keputusan

7.    Investigasi tri lema

8.    Buat keputusan

9.    Meninjau kembali keputusan dan refleksikan

Hal yang menurut saya diluar dugaan adalah ketika saya mengambil suatu keputusan saya hanya berpikir benar-salah, untung-rugi saja. Ternyata dalam pengambilan keputusan bukan hanya mengambil sesuai pemikiran saya saja namun perlu melihat 4 paradigma, 3 prinsip dan melakukan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Karena selama ini saya cukup menyelesaikan semua kasus dengan musyawarah lalu mufakat dan memiliki resiko paling kecil.

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul 3.1, saya banyak menjumpai kasus dilema etika dan bujukan moral. Saya langsung memutuskan semua kasus tanpa melakukan pengujian terlebih dahulu. Semua keputusan hanya didasarkan pada intuisi saya, nilai-nilai saya, dan pertimbangan saya terhadap orang lain. Jadi saat mempelajari modul 3.1, saya merasa bahwa pemikiran berbasis rasa peduli atau care based thinking adalah prinsip yang digunakan dalam pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan dilema etika. Dalam kasus dilema etika bahkan sering berakibat lingkungan kurang kondusif karena saya mengambil keputusan tanpa pengujian, kadang saya juga menggunakan uji panutan atau idola. Prosedur pengambilan keputusan saya tidak sama persis dengan konsep yang saya pelajari dalam modul, tetapi ada kesamaan. Ini berarti menganalisis unsur kebenaran lawan salah dan uji panutan dan idola.

13Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Setelah saya mempelajari modul 3.1, saya menjadi lebih mantap, yakin dan percaya diri dalam mengambil keputusan terkait kasus dilema etika, terutama sebagai pemimpin pembelajaran. Setelah melalui proses analisa paradigma dan prinsip pengambilan keputusan serta pengujian keputusan melalui sembilan langkah ini, saya merasa lebih percaya diri karena saya tahu keputusan saya benar dan efektif. Sehingga dengan melakukan tahapan yang tepat akan meminimalisir dampak negatif terhadap pengambilan keputusan yang telah saya ambil karena telah melalui tahapan yang seharusnya. Keputusan yang saya ambil juga saya usahakan berpihak pada murid. Segala keputusan yang saya ambil kini lebih berdampak positif terhadap lingkungan sehingga lingkungan nyaman, aman dan kondusif. Melalui 9 langkah pengujian dalam pengambilan keputusan, saya merasa semua Langkah tertata dan terbantu dalam setiap penyelesaian kasus dilema etika yang saya hadapi.

14Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Jika ditanya seberapa penting, maka saya jawab sangat penting. Hal ini dikarenakan modul 3.1 ini sangat  membantu saya dalam pengambilan keputusan pada kasus dilema etika. Secara individu sebagai guru ataupun sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah, kini saya dapat membuat keputusan yang benar dan efektif serta menghindari pengambilan keputusan yang ceroboh atau merugikan orang banyak. Sebelum saya mendapat pengetahuan tentang pengambilan keputusan, saya merasa bahwa banyak hal dan keputusan yang saya buat tidak didasarkan pada cara berpikir yang jelas dan terstruktur. Akan tetapi sekarang saya lebih terbantu dalam membuat keputusan yang tepat. Sekarang saya lebih percaya diri memutuskan segala kasus baik dilema etika dan bujukan moral dengan menggunakan sembilan langkah pengambilan keputusan. Saya semakin percaya diri  dalam membuat keputusan yang tepat. Saya akan segera mengimplementasikan keterampilan membuat keputusan sesuai modul 3.1 dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh akan membutuhkan lebih banyak latihan dan pembelajaran.

Semangat menuju aksi nyata. Salam dan Bahagia

Rabu, 25 Oktober 2023

BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

 

Budaya positif di sekolah merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas di sekolah. Apalagi sekarang di sekolah – sekolah menerapkan kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka terdapat P5 ( Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), yang sangat perlu adanya budaya positif di sekolah. Budaya positif di sekolah merupakan pembiasaan- pembiasaan hal yang baik, mencakup sikap atau perilaku maupun tutur kata oleh seluruh warga di sekolah.

Setiap manusia memegang kontrol terhadap dirinya sendiri. Baik atau buruk seseorang, hanya dirinya sendirilah yang bisa mewujudkan. Setiap perbuatan mempunyai motif, baik itu motif dari dalam diri seseorang (disebut motif internal), maupun motif dari luar diri seseorang (disebut motif eksternal). Oleh karena itu, kita sebagai pendidik hanya bisa mengarahkan agar siswa yang merupakan seseorang yang perlu kita didik tersebut bisa menjadi manusia yang berperilaku dan bertutur kata baik. Mengingat perkembangan zaman yang diiringi dengan perkembangan teknologi, sehingga memunculkan banyak sekali pengaruh, baik positif maupun negatif. Siswa yang dalam proses pertumbuhan dan sekaligus pembentukan karakternya, maka sangatlah perlu adanya pendidikan yang mampu mengarahkan pribadinya untuk tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik dan berkompeten terhadap ilmu yang ditimbanya di sekolah. Jangan sampai justru perkembangan zaman  yang diiringi perkembangan teknologi tersebut, justru membentuk karakter negatif pada siswa.

Pendidikan yang berpihak pada siswa, bukan berarti menuruti semua yang diinginkan siswa tanpa adanya suatu kontrol. Namun pendidikan yang berpihak pada siswa yaitu pendidikan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa tersebut dengan tetap mengarahkan siswa agar bisa tumbuh dengan baik sesuai dengan kelebihan yang dimiliki serta kodratnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan perlu adanya kontrol yang bersifat menguntungkan untuk siswa dan pihak sekolah, terutama gurunya. Jika kontrol pendidikan tersebut sama- sama menguntungkan, maka akan berdampak positif pada siswa dan gurunya. Siswa tidak merasa berat saat dilakukan kontrol oleh guru. Sedangkan guru pun juga tidak merasa berat saat mengontrol siswa tersebut dalam proses pendidikan.

Adanya kontrol untuk mencegah terjadinya hal- hal negatif yang dilakukan oleh siswa sebagai wujud ekspresi dari karakter yang terbentuk. Diharapkan kontrol tersebut, mampu membentuk  karakter positif pada diri siswa. Oleh itu, budaya positif yang merupakan pembiasaan-pembiasaan perilaku positif baik dalam bentuk sikap maupun tutur kata sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik, khususnya sekolah.

Perlu adanya kesadaran dari seluruh warga sekolah untuk menciptakan budaya positif di sekolah. Hal ini bertujuan, agar mereka secara sadar mau melakukan pembiasaan-pembiasaan perilaku positif di sekolah tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Jika semua sadar akan pentingnya budaya positif, maka proses pendidikan yang baik, bisa dilakukan dengan mudah.

Kolaborasi seluruh warga sekolah beserta orang tua siswa dan berbagai pihak pun juga diperlukan. Hal ini, dikarenakan untuk kelanjutan pembentukan karakter positif pada siswa tersebut saat siswa berada di luar lingkungan sekolah. Sekolah dengan budaya positif, maka dalam aktivitas sehari-harinya akan terwujud contoh-contoh perilaku positif untuk siswanya. Budaya positif di sekolah hanya bisa dilakukan oleh warga sekolah yang berpikiran positif, berperilaku positif, dan berbicara positif. Pelaku utama budaya positif di sekolah adalah guru. Hal ini, dikarenakan guru merupakan contoh dan sebagai seorang pendidik untuk siswanya.

Budaya positif perlu dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan perilaku positif. Sehingga tidak ada orang yang merasa tersakiti atau tidak dihormati pada suatu lingkungan tersebut, khususnya hal ini di sekolah. Beberapa contoh sikap untuk mewujudkan budaya positif yaitu bentuk perwujudan atau penerapan dari dimensi yang ada pada P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), yang terdiri keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ahklak mulia, kebhinekaankaan global, gotong royong, mandiri, nalar kritis.

Sekolah yang nyaman dan aman untuk seluruh warga sekolah dan siapapun yang berhubungan dengan sekolah, maka diharapkan mampu menghasilkan lulusan berupa sumber daya manusia yang berkualitas, baik ahklak maupun ilmunya. Sumber daya manusia yang berkualitas, akan memberikan kontribusi yang positif pada suatu daerah. Oleh karena itu, marilah kita bersama mendukung sekolah untuk berhasil menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Dukungan dari seluruh lapisan masyarakat sangatlah diperlukan untuk membantu sekolah menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas bisa membantu terwujudnya mutu pembangunan di berbagai bidang pada suatu daerah dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.

Apalagi di era sekarang, perkembangan teknologi sangatlah pesat. Sehingga mempengaruhi perkembangan pendidikan. Jangan sampai mutu pendidikan di daerah kita tertinggal jauh dengan mutu pendidikan di daerah lain, maupun di luar negeri. Kita semua harus bergerak bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah kita. Kita harus bisa menghantarkan para alumni dalam menghadapi ketatnya persaingan pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang memberikan pendapatan tinggi, selain itu juga tingginya persaingan usaha bagi mereka yang ingin berwirausaha. Jangan sampai alumni atau sumber daya manusia yang dihasilkan oleh suatu sekolah justru tidak bisa bertahan atau bahkan tidak bisa menghadapi persaingan pada masa depannya nanti.

Berawal dari perwujudan budaya positif di sekolah, maka akan memberikan dampak yang banyak untuk kehidupan masyarakat. Tidak hanya sekedar di dalam lingkungan sekolah itu sendiri, namun juga berdampak pada kehidupan sosial bermasyarakat sekitar sekolah, suatu daerah, bahkan negara. Pola pikir yang positif, meyebabkan seseorang berperilaku positif, hingga bertutur kata yang positif. Budaya positif di sekolah, guna menghasilkan sumber daya manusia yang baik, serta kehidupan sosial yang baik. Marilah kita wujudkan bersama- sama. mengawali semua dengan pemikiran positif untuk mewujudkan hal yang positif.

DESEMINASI AKSI NYATA BUDAYA POSITIF